Iya, dia “ibu” yang merawat ku
sejak aku dalam kandungannya, sampai sekarang. Ahh, tak hanya sampai sekarang
bahkan. Sampai nanti, sampai akhir hidupnya, tanpa keluh meski ini berat dan
tak mudah.
Iya, dia “ibu” yang walau
pendidikannya tak selesai di jenjang sekolah dasar. Tapi, banyak pelajaran yang
bisa ku ambil dari nya. Hingga kini, hingga aku sebesar ini, aku masih harus
banyak belajar dari nya. Belajar tentang HIDUP! Tentang menjadi wanita kuat dan
tegar. Belajar bagaimana seharusnya wanita yang baik bersikap, belajar SABAR,
belajar menatap bahwa cinta Allah itu indah.
Iya, dia “ibu” yang senantiasa
di samping ku, menemani ku. Saat aku terjatuh, saat aku sakit, saat aku
menangis, saat aku tertawa bahagia, saat cita ku tergapai. Ahh, dia selalu
setia kepada ku dan anak-anaknya. Saat aku harus pulang malam, dia melawan
kantuknya menunggu ku. Memasak untuk aku makan, karena ia tau pasti aku belum
makan. Saat dia harus bangun lebih pagi demi menyiapkan sarapan ku. Bekerja
seharian mengurus rumah dan adik ku.
Iya, dia “ibu” yang sudah
sepuluh tahun kiranya ia sendiri (tanpa ayah), menjadi super woman, menjadi
guardian angel, untuk aku, untuk adik-adik ku. Bukan hanya sekedar urus rumah,
tapi merawat kami, mencari nafkah untuk kami. Allahu Rabb, betapa kuatnya dia,
betapa tegarnya dia.
Dulu, ibu pernah bekerja
membersihkan toilet waktu aku dan adik ku masih kecil. Sampai kurus, menahan
lelah. Bahkan ketika mentari belum terbit, ia sudah harus pergi kerja. Belum
lagi saat itu, ada saja perkataan-perkataan tak enak terlontar dari mulut
mereka yang menyakiti ibu ku. Tapi aku tak pernah sedikit pun melihatnya
mengeluh dan menangis. Ahh, ibu ku ibu yang kuat. Meski baru ku tau, ada tangis
di malamnya, saat kami (anaknya) sudah tertidur. Saat itu aku hanya anak kecil
yang belum begitu mengerti hidup.
Ibu juga pernah berjualan nasi.
Jam 3 pagi sudah harus bangun memasak dan pergi ke pasar. Meski warungnya tutup
sore, tapi ibu masih harus bekerja hingga malam menyiapkan masakan untuk besok.
Dan lagi, mereka yang tak suka dengan ibu masih saja mengeluarkan statement tak
mengenakan. Memfitnah yang mungkin kali ini sudah sangat keterlaluan. Ibu ku
ibu yang setia, dia bukan wanita nakal, tapi kenapa ada yang beranggapan
seperti itu. Ahh, mungkin mereka hanya merasa iri, melihat ibu yang seorang
diri tapi bisa berhasil menyekolahkan ku di sekolah yang bagus , padahal biaya
sekolah itu tak murah. Astaghfirullah, Allahu Rabb, lagi-lagi ibu ku pun tak
menunjukkan betapa sakitnya dia saat itu di depan kami (anaknya).
Iya, dia “ibu” yang selalu
ingin mengajarkan ku untuk menjadi wanita kuat yang tak mudah mengeluh. Dia
percaya Allah punya janji indah untuk setiap hambaNya yang bersabar. Dan janji
Allah itu pasti nak! Masalah di dunia tak kan sedikit pun terasa jika kau yakin
dan percaya pada pertolongan Allah. Ada kehidupan yang lebih indah untuk di
kejar dan kehidupan itu abadi. Kau tau, SUKSES itu ketika kau bisa selamat di
kehidupan itu, yaitu kehidupan akhirat.
Iya, dia “ibu” yang sampai
sekarang masih memberi ku semangat. Menghangatkan di lelahnya hari ku. Yang
ingin melihat aku bahagia dan sukses.
Aku belajar dari nya, betapa
mulia nya wanita ketika dia berhasil mendidik anaknya. Bukan sekedar sukses di
dunia, tapi menjadi anak yang shaleh (ah) hingga Allah memberikan ridhoNya agar
akhiratnya berujung di Syurga. Belajar darinya ketika dia mementingkan yang
lain ketimbang kepentingan dirinya sendiri. Karena pernah tak tertahan air mata
ku waktu dia harus tak makan, karena makanan yang terbatas, dan dia
mementingkan agar anaknya saja yang bisa merasakan makanan itu. Ya Allah, apa
ini? Iya, ini hikmah, agar aku kelak mampu bersikap seperti ibu. Aku banyak
belajar dari nya.
Aku tak ingin menjadi anak yang
durhaka. Menyakitinya. Aku menyayanginya karena Engkau ya Allah. Ridhoi doa ku
untuknya, untuk kebahagiaannya di kehidupan berikutnya. Sayangi dia, dan izin
kan aku menjadi anak yang bisa mengantarkan ibu dan juga ayah ku sampai ke
jannah mu.
Allahumma aamiin...
Intan sayang mama karena Allah
^_^
-Int-
Komentar
Posting Komentar