Hijab,
hmmm, sudah 4tahun kiranya aku berusaha beristiqomah dengan jilbab ku ini.
Jujur aku terlahir bukan dari orang tua yang pemahaman agamanya begitu baik,
bahkan ayah ibu ku bisa dibilang menjalankan agama hanya sebatas shalat wajib
dan puasa ramadhan. Ayah juga bukan lelaki yang rajin shalat berjamaah ke
masjid. Ibu pun bukan ibu-ibu yang rajin ikut pengajian. Ahh, tapi terlepas
dari itu semua, aku percaya Allah tuntun langkah kaki ayah ibu ku pada jalan
yang baik. Meski biasa saja dalam mengamalkan agama islam (dulu), tapi aku
yakin ayah dan ibu termasuk orang tua yang hanif dan ahsan.
Baiklah,
izinkan aku share sedikit tentang diri ku saat belum mengenakan jilbab seperti
sekarang ini. Dari kecil orang tua ku memang sudah mendidik ku untuk menjadi
anak yang baik. Mereka juga perhatikan pendidikan agama untuk ku. Yah pokoknya
aku masih terus lanjut ngaji sampai kelas 6 SD. Tapi saat SMP karena satu dan
lain hal, aku berhenti ngaji. Ilmu agama yang ku dapat hanya sekedar dari
pelajaran di kelas yang hanya satu kali pertemuan dalam satu minggu. Hmmm, agak
bandel sih saat itu. Ga berhijab, ga berjilbab, ga banyak memahami agama ini,
pergaulan antara wanita dan lelaki juga ga di perhatiin. Yaah, pokoknya bisa
dibilang saat itu masa jahiliyah ku.
Tapi
ehh tapi, entah kenapa meski saat itu belum begitu memahami agama ini, belum
memahami tentang perintah berjilbab, aku ngerasain apa itu yang disebut dengan
“tak nyaman”. Yaa, sejak kecil aku tidak merasa nyaman dengan gaya berpakaian
ku. Aku simple, suka pakai kaos yang berukuran longgar, dan celana pun ga
ketat. Padahal trend mode saat itu, lagi musim-musimnya pakaian ketat, celana
pensil, dan lain-lain. Aahhh,, jujur saat itu aku tak mengerti. Aku tak suka
dengan gaya pakaian seperti itu. Aku ga nyaman. Sampai-sampai aku merayu ibu,
untuk diizinkan memakai jilbab. Tapi aku tak bisa memaksa, dan memang saat itu
aku belum tau apa alasannya kenapa wanita muslim harus berjilbab. Mungkin saat
itu aku hanya ingin keluar dari ketidak nyamanan berpakaian mode jaman kini.
Jawaban ibu saat aku izin dibolehkan berjilbab waktu itu kira-kira seperti ini :
“ga usah dulu, nanti saja berjilbabnya
kalo kamu sudah kerja, soalnya susah cari kerja jaman sekarang.”
Huaa,
saat itu aku hanya bisa ikut apa yang
ibu katakana. Aku yang belum mengerti arti hidup sebenarnya. Aku yang masih
jauh dari pemahaman akan agama ini. Yaa, jadi berlanjutlah kisah aku belum
berjilbab sampai akhirnya aku masuk ke sekolah menengah atas. Tapi atas
permintaan ibu, aku masuk ke sekolah teknik, STM, sekolah teknik jurusan
telekomunikasi. Waktu itu mau tak mau aku masuk ke sekolah itu. Karena jujur,
aku masih senang-senangnya bisa bersama teman-teman, dan saat itu mayoritas
teman-teman ku masuk ke SMA (bukan STM). Hmm, ambil positifnya aja deh, pasti
ibu mau yang terbaik untuk aku. Alasan ibu saat itu, biar lulus sekolah bisa
langsung kerja. Ahh iya, ayah ku sudah lebih dahulu Allah panggil saat aku
duduk di kelas 4 SD. Jadi ibu yang berjuang sendirian membiayai sekolah dan
hidup aku dan adik ku. Dengan alasan itu pula, aku tak mau menolak apalagi
mengecewakan ibu.
Ok,
setelah mengikuti ujian saringan, Alhamdulillah aku di terima di salah satu STM
Telekomunikasi di Jakarta. Awal sekolah sempat terlupakan oleh keinginan untuk
berjilbab. Di sekolah itu mayoritas siswa nya itu lelaki, dan dari satu kelas
hanya ada sekitar 8 siswi. Di awal sekolah pun aku ga ngerti kalo Rohis di
sekolah ku ini ternyata aktif dan subhanallah keren lah pokoknya. Satu semester
awal aku ikutan temen-temen yang kabur dan menghindar kalo di ajak kakak kelas
untuk dating keputrian. Diajak mentoring aja ga pernah dateng.
Diluar
itu semua, masih kadang-kadang sesekali aku dateng ke acara kajian khusus
akhwat, yang dilaksanakan setiap jumat siang. Semakin sering ikut, semakin
merasa tertarik. Dan sampai akhirnya di semester kedua aku ikutlah kegiatan
yang disebut “mentoring” atau orang sebut “halaqah”. Yaa, itu kajian rutin
mingguan, dengan satu Pembina, lebih intensif dan mengikat. Aku sebut itu
dengan “lingkaran ilmu”. Aku berkumpul setiap satu minggu sekali dengan 7 teman
akhwat ku satu angkatan di STM tersebut, dan satu mba Pembina kami. Dari situ
aku banyak belajar memahami islam, memahami arti hidup, mengenal Allah dan
Rasulullah, saling mencintai karena Allah, dan banyak lagi.
Mungkin
dari situ awal hati saya tergerak untuk kuatkan kembali niat berjilbab. Kali
ini serius, dan kali ini aku sudah tahu apa landasan dan makna berjilbab. Yaitu
Allahu ghoyatunna. Hingga akhirnya aku kembali meminta izin ke ibu untuk
berjilbab untuk yang ke sekian kali, dan lagi-lagi jawaban ibu masih sama. Aku
harus menunggu sampai aku lulus sekolah. Tapi maaf ibu, bukan maksud aku ingin
melawan mu, bukan maksud aku ingin durhaka kepada mu. Tapi ini semua demi
engkau juga, demi ayah, dan demi kehidupan akhirat kita. Uang tabungan satu
tahun ku, yang di awal ingin ku pakai untuk membeli HP, karena saat itu HP ku
sudah rusak. Dengan belajar arti niat karena Allah serta ikhlas, uang tabungan
ku pun ku pakai untuk membeli jilbab, pakaian panjang, dan seragam sekolah yang
panjang.
Bismillah,
ya Allah aku niatkan segalanya hanya untuk Mu, hanya untuk menggapai ridhoMu.
Sejak saat itu, di tahun 2008 kiranya, aku tutup diri ini. dan aku pun langsung
memakai jilbab panjang, memakai rok. Hhehee, komentar teman-teman terlalu
berani. Tapi bismillah, karena perintahNya harus dijalain secara menyeluruh.
Sejak saat itu, aku belajar dan terus belajar. Aku hanya ingin menjadi hamba
yang Allah ridhoi dan cintai. Aku hanya ingin ayah dan ibu ku tidak gagal masuk
syurga karena aku. Aku hanya ingin ayah ibu dan keluarga ku bisa masuk syurga
bersama.
Ga
semulus yang dibayangkan, menjaga keistiqomahan itu tak mudah. Yaa, tak mudah.
Ada lika liku. Ada banyak ujian. Dari ibu yang masih belum bisa menerima
keputusan ku. Adik-adik ku yang juga suka mempengaruhi pikiran ibu. Aahh,
pokoknya hal terberat saat itu yang aku rasakan adalah tidak mendapat dukungan
dari keluarga, ibu dan adik malah tak turut menguatkan ku, yang ada mereka
sempat mengatakan aku ikut aliran sesat. Allahu Rabb, bantu aku untuk kuat,
bantu aku untuk bisa menuntun ibu dan adik ke jalan Mu.
Hati
hanya bisa disentuh dengan hati. Kalimat itu yang terus ku yakini, dan aku
percaya Allah pasti mengabulkan doa dari hambaNya, dan aku pun terus percaya
Allah beri ujian karena Dia ingin kuatkan aku. Perlahan, meski tak dalam waktu
yang sebentar, meski harus banyak kerikil ku lalui, meski begitu banyak karang
menghadang jalan, tapi yaa itu, Alhamdulillah. Kekuatan keyakinan kepadaNya dan
kekuatan doa, Allah membalikkan hati ibu dan adik ku. Sekarang ibu ku justru
jadi orang pertama yang selalu support aku di jalan ini, jalan dakwah.
Adik-adik ku, yang perlahan mulai mengerti dan mau memahami agama lebih dalam.
Aahhh, indah, benar indah, buah kesabaran dan keyakinan itu indah. Doakan yah,
sebentar lagi adik ku ingin memulai berjilbab juga. Semoga dia istiqomah.
Ahh
iya, aku ingin sedikit bercerita beberapa ujian yang berhubungan dengan jilbab
ku. Waktu pertama lulus dari STM itu, teman-teman lingkaran ilmu ku dapat
tempat kuliah di beda-beda tempat. Alhasil kami berpisah. Ada yang kuliah ke
bandung, ada yang ke Surabaya, dan ada juga yang kerja di Jakarta tapi kami tak
satu kantor. Tau apa yang terjadi? Saat itu aku sedih, karena harus berpisah
dengan mereka. Tapi kesedihan itu tak terlalu menyakitkan. Karena ada satu hal
yang jauh menyakitkan untuk ku, aku merasa layaknya ada seseorang yang memukul
keras punggung ku dari belakang, dan saat aku menoleh ternyata orang yang
memukul ku adalah sahabat ku sendiri. Ini bukan seperti kisah remaja lain yang
merasa terpukul karena pacarnya direbut sahabatnya. Tapi ini jauh lebih menyakitkan
untuk ku saat itu, dan aku merasa teramat kecewa.
Teman
yang selama ini aku kagumi, teman yang selama ini aku banggakan, teman yang selama ini banyak mengajari aku
mendalami dan memahami agama ini. Dia yang luar biasa semangat dalam dakwah, dia
yang cerdas, dia yang senyumnya pun menyemangati, dia yang memberikan aku
nasihat dan support saat aku curhat masalah ibu dan adik ku. Tapi ternyata dua
tahun setengah kebersamaan itu adalah kebohongan dari nya. Allahu Rabb, apa
arti ini semua. Kenapa dengan dia? Bukankah dia yang mengingatkan ku juga
tentang larangan pacaran. Tapi dia ternyata selama ini pacaran. Sempurna dia
sembunyikan semua nya. Rapat. Sejak saat itu, sejak perpisahan itu, yah dia
tunjukkan bagaimana dia sebenarnya. Dan dia pun merubah penampilan syar’i nya.
Awalnya
aku sedih, awalnya aku kecewa, sakit rasanya hati ini. Aku percaya, ada rencana
indah dariNya, dan banyak hikmah ternyata dari kejadian itu. Sampai saat ini
aku tetap menghargai nya, tetap menyayangi nya. Meski belum sanggup ku tarik
kembali tangan nya, memapahnya kembali ke jalan ini. Izinkan doa ku terus ada
untuk nya. Aku percaya pada kekuatan doa, dan aku yakin Allah akan bawa dia
kembali ke jalan yang diridhoiNya. insyaAllah, meski tidak untuk saat ini, tapi
suatu saat pasti. Ukhuwah ku dengan nya pun masih baik.
Terima
kasih ukhti, dari mu aku terus bisa belajar. Dari mu aku bisa belajar banyak.
Tentang kehidupan, tentang kekuatan menjaga keistiqomahan, tentang arti
menghargai, tentang arti ketulusan bersahabat dan tentang arti kepercayaan pada
Illahi. Berjanjilah, suatu saat kau kan kembali pada jalan ini, jalan yang
Allah ridhoi.
Hhehee,
lain dari itu. Tentang keistiqomahan dalam berjilbab lagi-lagi aku dapat
pelajaran teramat berarti. Dan mungkin hikmah ini yang menjadi titik awal
kepercayaan ibu. Lulus STM tahun 2010. Memang tujuan ibu menyekolahkan ku
disana agar lulus aku bisa langsung kerja. Sekolah itu yang dikenal orang-orang
sekolah yang baik, yang lulusan nya mayoritas sukses dan mendapat tempat kerja
yang baik. Nyata nya mendapatkan kerja tak selamanya mudah. Aahhh, tapi memang
mudah sebenarnya, hanya saja Allah selalu carikan tempat terbaik untuk
hambaNya.
Lagi
lagi kuncinya adalah yakin kepada Allah, berhusnudzhan kepadaNya dan terus
berusaha serta berdoa. Lima bulan setelah lulus, aku masih belum mendapatkan
pekerjaan yang pasti. Berbeda dengan teman-teman yang lain, yang sudah
mendapatkan pekerjaan. Satu hal yang sempat membuat saya sedih adalah ketika
ibu bilang “udah maka nya jilbabnya biasa aja tan, ga usah kaya gitu, tuh liat
temen mu aja udah rubah penampilan jilbab nya udah dapet kerja kan sekarang”.
Jleb. Sumpah itu jleb banget buat aku. Apa iya harus seperti itu? Aku terus
terpikir oleh omongan ibu dan kenyataan yang ada di depan mata. Sudah beberapa
kali interview hasilnya masih belum ada.
Bahkan pernah di salah satu interview ku, di salah satu perusahaan yang saat
aku datang kesana, aku mendapat kalimat hebat yang membuat aku makin terus
terpikirkan oleh perkataan ibu. Kata manager yang mengniterview “maaf
sebelumnya, aku lupa bilang, kalo di perusahaan ini ga ada yang berjilbab, jadi
ga mungkin kan kalo saya minta kamu untuk lepas jilbab”. Aku hanya mampu
berkata “baik, terima kasih pak”. Keluar dari kantor itu, dan di perjalanan
rasanya mau nangis. Allahu Rabb, in ujian mu lagi untuk istiqomah ku. Ga boleh
intan, ga boleh, kamu kuat. Aku bisa. Bismillah, yakinin dan kuatkan lagi hati.
Saat
itu aku merasa sendiri, sudah terpisah dari teman2 yang sudah mulai belajar di
universitas masing-masing. Jadi yah aku harus berusaha sendiri, belajar nguatin
diri sendiri. Yaa, kunci nya satu, yakin, dan luruskan lagi niat kita. Hhehee,
percaya sama Allah.
Alhamdulillah,
setelah lebaran, dapat kabar gembira. Dan aku dapat kerjaan, thank you Allah,
aku diberi kesempatan di salah satu perusahaan operator telekomunikasi. Yaa,
ini buah keyakinan dan kepercayaan. Bukan sekedar karena ini kantor besar, tapi
lebih baik nya adalah memang ini tempat terbaik yang Allah beri untuk aku.
Kenapa? Karena disini, aku bisa menjaga jilbab ku, tak perlu ada lagi goyah
hati ini untuk merubah hijab ku. Alhamdulillah, sampai sekarang, insyaAllah aku
masih bisa pertahankan jilbab syar’i. disini aku kenal banyak orang-orang baik.
Mereka cerdas, dan mereka termasuk orang-orang yang mengamalkan dengan baik
pemahaman agama mereka. Di kantor ini, yang kajian nya komplit. Ada belajar
bahasa arab, ada liqo, ada keputrian, ada kegiatan sosialisasi, tahsin, dan
banyak lagi lainnya.
Selain
aku dapat pengalaman dunia di kantor ini, aku juga dapat banyak ilmu agama.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Memang benar “bahagia itu dekat, ada pada
hati yang bersyukur”. Sejak saat itu, ibu tak lagi menghalangi jilbab ku,
justru ibu berbalik menjadi lebih baik. Ibu pun mulai ikut berjilbab. Ibu yang
selalu mendukung aku. Ibu yang menyemangati aku ketika terkadang aku terjatuh.
Yaahh, pokoknya ibu adalah guardian angel ku. Intan sayang mama karena Allah
^_^
Yaa,
itu lah kisah aku dan jilbab ku, sampai saat ini, Alhamdulillah Allah masih
jaga aku di jalan ini. Semoga bermanfaat.
-Int-
Komentar
Posting Komentar